Jangan mencela makanan


Jangan kira, mencela makanan hanya terkait penilaian tidak enak, menjijikkan atau komentar miring lainnya. Ternyata lebih dari itu, sebatas menyebut asin, kurang asin, kemanisan, kecut, …  ternyata masuk dalam cakupan hadis tersebut di atas.

Jika seseorang merasakan ketidak lezatan makanan yang sedang ia santap, hendaklah ia berdiam tanpa celaan terhadap makanan tersebut. Jika ia suka hendaklah ia menyantap dan memakannya sampai habis, namun jika ia tidak menyukainya maka hendaklah ia meninggalkannya yakni tidak memakannya.Mencela makanan adalah ketika seseorang menikmati hidangan yang disajikan lalu ia mengomentari makanan tersebut dengan mengucapkan terlalu asin, kurang asin, lembek, terlalu keras, tidak matang dan lain sebagainya.

Hikmah dari larangan ini adalah: karena makanan adalah ciptaan Allah sehingga tidak boleh dicela. Di samping itu, mencela makanan menyebabkan orang yang membuat dan menyajikannya menjadi tersinggung (sakit hati). Ia sudah berusaha menyiapkan hidangan dengan sebaik mungkin, namun ternyata hanya mendapatkan celaan. Oleh karena itu syariat melarang mencela makanan agar tidak menimbulkan kesedihan dalam hati seorang muslim.

Syekh Muhammad Sholeh al-Utsaimin mengatakan, “Tha’am (yang sering diartikan dengan makanan) adalah segala sesuatu yang dinikmati rasanya, baik berupa makanan ataupun minuman. Sepantasnya jika kita diberi suguhan berupa makanan, hendaknya kita menyadari betapa besar nikmat yang telah Allah berikan dengan mempermudah kita untuk mendapatkannya, bersyukur kepada Allah karena mendapatkan nikmat tersebut dan tidak mencelanya.

Jika makanan tersebut enak dan terasa menggiurkan, maka hendaklah kita makan. Namun jika tidak demikian, maka tidak perlu kita makan dan kita tidak perlu mencelanya. Dalil mengenai hal ini adalah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu beliau mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah mencela makanan. Jika beliau menyukai satu makanan, maka beliau memakannya. Jika beliau tidak suka, maka beliau meninggalkannya.” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064).

Misalnya ada orang yang diberi kurma dan kurma yang disuguhkan adalah kurma yang jelek, orang tersebut tidak boleh mengatakan kurma ini jelek. Bahkan kita katakan pada orang tersebut jika engkau suka silakan dimakan dan jika tidak suka, maka janganlah dimakan. Adapun mencela makanan yang merupakan nikmat Allah kepada kita dan hal yang Allah mudahkan untuk kita dapatkan, maka hal ini adalah hal yang tidak sepantasnya dilakukan.

Hadits dari Abu Hurairah di atas memuat beberapa kandungan pelajaran, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Hadits di atas menunjukkan pelajaran tentang bagaimana dalam menyikapi makanan yang tidak disukai, yaitu dengan meninggalkan tanpa mencelanya. Boleh jadi suatu makanan tidak disukai oleh seseorang akan tetapi disukai oleh orang lain.

  • Hadits di atas menunjukkan betapa luhurnya akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah seorang yang memperhatikan perasaan orang yang memasak makanan. Oleh karena itu, Nabi tidaklah mencela pekerjaan yang sudah mereka lakukan, tidak menyakiti perasaan dan tidak melakukan hal-hal yang menyedihkan mereka.

  • Hadits ini juga menunjukkan kebaikan akhlak Nabi dari sisi-sisi yang lain, diantaranya akhlak Nabi tidak hanya berkaitan dengan sesama manusia, bahkan Nabi mengajarkan bahwa terhadap makanan yang itu merupakan karunia dari Allah dimana seorang muslim pun harus berakhlak mulia.

  • Diantara hikmah tidak mencela makanan adalah bisa jadi seseorang tidak suka makanan tertentu, sementara orang lain tidak demikian. Jika iapun mulai mencela makanan tersebut karena lidahnya yang tidak cocok, maka bisa jadi orang lain yang seharusnya lidahnya dan seleranya cocok akhirnya tidak jadi memakan makanan tersebut, maka akhirnya makanan tersebut terbuang sia-sia. (lihat Kasyful Musykil min Hadits As-Shahihain 3/479)

  • Diantaranya hikmah tidak mencela makanan adalah bisa jadi kita tatkala mencela makanan maka akan menyakiti hati orang lain. Menyakiti hati orang yang menghidangkannya misalnya. Bayangkan jika istri kita yang menghidangkan makanan lalu kita menyatakan kepadanya “Tidak enak”, “Kurang asin”, “Kurang manis”, dll, maka tentu akan menyakiti hatinya yang telah bersusah payah menghidangkan makanan tersebut. Tapi kita bisa menggunakan bahasa yang lain, misalnya, “Masya Allah makanannya enak, tolong ambilkan garam, kalau di kasih garam tentu lebih enak lagi”. Ini sikap kita terhadap istri yang lebih bisa memahami kita.

Sorang Muslim itu haruslah dapat menempatkan kata-katanya dengan baik dan tidak mencela makanan yang tidak disukai, sehingga salah satu pihak tidak ada yang merasa sakit hati. Dan seorang muslim itu hendaklah bersabar untuk menahan lisannya, jika tidak suka maka ia tinggalkan makanan tersebut dan memakan makanan lain yang disukai. Sesungguhnya dengan menjaga lisan adalah salah satu amal yang disukai Allah Subhanahu wata'ala.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Jangan mencela makanan"

Posting Komentar