Hati-hati terhadap amarah


Marah adalah gejolak jiwa yg mengarah pada tindak kekerasan, yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Semua orang pasti pernah mengalami salah satu bentuk emosi ini. Marah yang dipendam di dalam maupun yang tampak di luar, sama-sama meninggalkan jejaknya pada tubuh kita. Disadari atau tidak, pada akhirnya akan menimbulkan suasana yang kurang menyenangkan (tidak harmonis) di sekeliling kita.

Sifat marah merupakan tabiat yang tidak mungkin luput dari diri manusia, karena mereka memiliki nafsu yang cenderung ingin selalu dituruti dan enggan untuk diselisihi keinginannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa, aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah” (HR Muslim no. 2603). 

Sifat marah merupakan bara api yang dikobarkan oleh setan dalam hati manusia untuk merusak agama dan diri mereka, karena dengan kemarahan seseorang bisa menjadi gelap mata sehingga dia bisa melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang berakibat buruk bagi diri dan agamanya. Karenanya, kemampuan menahan marah menjadi faktor penting dalam menciptakan suasana damai dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat.

RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : “Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.” (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).

Al Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Anas Al Juba’i , bahwa RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda, مَنْ كَظَمَ غَيْظًا – وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ – دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ “Siapa yang dapat menahan marahnya padahal ia mampu untuk meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk pada hari kiamat sehingga orang itu memilih bidadari cantik sesuka hatinya.” (HR. Abu Daud no. 4777 dan Ibnu Majah no. 4186 Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Cara Menghilangkan Kemarahan

Lalu, bagaimanakah cara mengendalikan marah tersebut? RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم mangajarkan cara-cara menghilangkan kemarahan dan cara menghindari efek negatifnya, diantaranya adalah:

  1. Membaca ta’awudz ketika marah.
    Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim rahimakumullah meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Surod Radliyallahu ‘anhu : “Ada dua orang saling mencela di sisi Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan kami sedang duduk di samping Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم . Salah satu dari keduanya mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai memerah wajahnya. Maka Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan : ‘Audzubillahi minasy Syaithani rrajiim’. Maka mereka berkata kepada yang marah tadi : Tidakkah kalian dengar apa yang disabdakan nabi? Dia menjawab : Aku ini bukan orang gila.”

  2. Dengan duduk.
    Apabila dengan ta’awudz kemarahan belum hilang maka disyariatkan dengan duduk, tidak boleh berdiri. Al Imam Ahmad dan Abu Dawud rahimahullah meriwayatkan hadits dari Abu Dzar Radliyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : “Apabila salah seorang diantara kalian marah dalam keadaan berdiri duduklah, jika belum hilang maka berbaringlah.” Hal ini karena marah dalam berdiri lebih besar kemungkinannya melakukan kejelekan dan kerusakan daripada dalam keadaan duduk. Sedangkan berbaring lebih jauh lagi dari duduk dan berdiri.

  3. Tidak bicara
    Diam tidak berbicara ketika marah merupakan obat yang mujarab untuk menghilangkan kemarahan, karena banyak berbicara dalam keadaan marah tidak bisa terkontrol sehingga terjatuh pada pembicaraan yang tercela dan membahayakan dirinya dan orang lain. Dalam hadits disebutkan :“Apabila diantara kalian marah maka diamlah.” Beliau ucapkan tiga kali. (HR. Ahmad)

  4. Berwudlu
    Sesungguhnya marah itu dari setan. Dan setan itu diciptakan dari api maka api itu bisa diredam dengan air, demikian juga sifat marah bisa diredam dengan berwudlu. RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : ”Sesungguhnya marah itu dari syaithan dan syaithan itu dicipta dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila diantara kalian marah berwudlulah.” (HR. Ahmad dan yang lainnya dengan sanad hasan)

Kapan Kita Boleh Marah? 

Tidak semua kemarahan itu tercela, ada yang terpuji , bahkan sampai pada tingkatan harus marah yaitu ketika kita melihat agama Allah direndahkan dan dihinakan, maka kita harus marah karena Allah terhadap pelakunya. RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم tidak pernah marah jika celaan hanya tertuju pada pribadinya dan beliau sangat marah ketika melihat atau mendengar sesuatu yang dibenci Allah maka Beliau tidak diam, beliau marah dan berbicara.

Ketika Nabi Muhammad صلى الله عليه وآله وسلم melihat kelambu rumah Aisyah ada gambar makhluk hidupnya (yaitu gambar kuda bersayap) maka merah wajah Beliau dan bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah orang membuat gambar seperti gambar ini.” (HR. Bukhari Muslim)

Al Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits Anas radhiyallahu anhu : “Anas membantu rumah tangga RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم selama 10 tahun, maka tidak pernah beliau berkata kepada Anas : “ah”, sama sekali. Beliau tidak berkata terhadap apa yang dikerjakan Anas : “mengapa kamu berbuat ini.” Dan terhadap apa yang tidak dikerjakan Anas,”Tidakkah kamu berbuat begini.” (HR. Bukhari dan Muslim) Begitulah keadaan beliau senantiasa berada diatas kebenaran baik ketika marah maupun ketika dalam keadaan ridha / tidak marah. Dan demikianlah semestinya setiap kita selalu diatas kebenaran ketika ridha dan ketika marah.

RasuluLlah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda : artinya : “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu berbicara yang benar ketika marah dan ridha.” (Hadits shahih riwayat Nasa’i) Al Imam Ath Thabari rahimahullah meriwayatkan hadits Anas : “Tiga hal termasuk akhlak keimanan yaitu : orang yang jika marah kemarahannya tidak memasukkan ke dalam perkara batil, jika senang maka kesenangannya tidak mengeluarkan dari kebenaran dan jika dia mampu dia tidak melakukan yang tidak semestinya.”

Maka wajib bagi setiap muslim menempatkan nafsu amarahnya terhadap apa yang dibolehkan oleh Allah سبحانه وتعالى, tidak melampaui batas terhadap apa yang dilarang sehingga nafsu dan syahwatnya menyeret kepada kemaksiatan, kemunafikan apalagi sampai kepada kekafiran.

Bulan Ramadhan merupakan saat yang tepat melatih diri kita menuju sifat kesempurnaan dengan menghilangkan sifat marah dan berupaya menjadi orang yang tidak mudah marah. Semoga Allah memudahkan kita untuk bisa mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-NYA.
Sumber :Masjid Al Maáarij Balikpapan

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Hati-hati terhadap amarah"

Posting Komentar