Berbaik sangka
Manusia tak selamanya benar dan tak selamanya salah, kecuali mereka yang selalu mengoreksi diri dan membenarkan orang lain atas kekeliruan diri sendiri. Manusia lebih sering berprasangka, karena mereka hanya dapat melihat apa yang terlihat oleh mata. Mereka tak dapat melihat apa yang diungkap oleh hati dan itulah keterbatasan manusia. Namun keterbatasan itulah yang justru membuat manusia saling berprasangka kepada manusia lainnya.
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya dari prasangkaan itu merupakan dosa..” (QS. Al-Hujurat : 12).
Pada umumnya harga kebaikan manusia diukur dari apa yang telah diperbuatnya, kita berprasangka bahwa orang yang berkata kasar adalah orang jahat. Padahal, bisa jadi ia adalah orang yang sangat lembut hatinya.
Kita lebih sering berprasangka bahwa orang yang tidak memakai jilbab adalah orang yang paling ingkar. Padahal, bisa jadi hatinya berteriak ingin menutup aurat, hanya kesempatan dan keberanian yang belum ia dapatkan.
Lebih sering kita berprasangka bahwa orang yang tidak pernah tersenyum adalah orang yang paling cuek. Padahal, bisa jadi ia adalah orang yang paling peduli dalam diamnya. Hanya saja kita tak tahu bagaimana ia mengutarakan kepeduliannya.
Kita lebih sering berprasangka bahwa orang yang pandai bermaksiat akan masuk neraka. Padahal, bisa jadi ia lebih dulu masuk surga karena tangisan taubatnya.
Sebagai seorang Muslim kita diharuskan untuk senantiasa menjaga hati untuk tidak berprasangka buruk. Karena prasangka bisa menimbulkan permusuhan dan perpecahan serta merusak jalinan silaturahim sesama Muslim. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta, Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalilan mencari-cari aurat atau cacat atau cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Dia perintahkan. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan atau bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini takwa itu di sini. (Beliau mengisyaratkan ka arah dadanya). Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim terhadap Muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati dan amalan kalian.” (HR. Bukhari-Muslim).
Kita lebih sering berprasangka kepada orang lain, hingga lupa untuk berprasangka kepada diri yang lebih sering alpa. Allah ciptakan hati agar kita pandai merasa, pandai berpikir positif kepada orang lain. Namun sayang, kita lebih sering menggunakannya untuk berprasangka buruk.
Kita lebih sering menilai seseorang dari luarnya tanpa kita tahu lebih dalam tentang orang tersebut. Kita tak berhak untuk menilai seseorang itu baik atau buruk, karena pada hakikatnya hanya Allah-lah yang berhak menilai manusia itu baik atau buruk.
Bukankah akan lebih baik saat kita mengalami sesuatu yang kurang menyenangkan, kita segera mencari alasan atau udzur yang masuk akal sehingga hati anda tenang. Ini sesuatu yang tidak mudah, namun bagi orang yang terbiasa berfikir positif semua bisa diusahakan, biidznillah! Dengan selalu bersu’uzhon(berburuk sangka) hati akan selalu gelisah, sebaliknya ketika anda mengedepankan prasangka baik kepada saudara anda, Insya Allah anda akan merasa bahagia dan banyak bersyukur pada Allah Ta’ala.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, “Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”.
Abu Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.
Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.
Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-‘Uqala , ”Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya”.
Sumber :Masjid Al Maáarij Balikpapan
Pada umumnya harga kebaikan manusia diukur dari apa yang telah diperbuatnya, kita berprasangka bahwa orang yang berkata kasar adalah orang jahat. Padahal, bisa jadi ia adalah orang yang sangat lembut hatinya.
Kita lebih sering berprasangka bahwa orang yang tidak memakai jilbab adalah orang yang paling ingkar. Padahal, bisa jadi hatinya berteriak ingin menutup aurat, hanya kesempatan dan keberanian yang belum ia dapatkan.
Lebih sering kita berprasangka bahwa orang yang tidak pernah tersenyum adalah orang yang paling cuek. Padahal, bisa jadi ia adalah orang yang paling peduli dalam diamnya. Hanya saja kita tak tahu bagaimana ia mengutarakan kepeduliannya.
Kita lebih sering berprasangka bahwa orang yang pandai bermaksiat akan masuk neraka. Padahal, bisa jadi ia lebih dulu masuk surga karena tangisan taubatnya.
Sebagai seorang Muslim kita diharuskan untuk senantiasa menjaga hati untuk tidak berprasangka buruk. Karena prasangka bisa menimbulkan permusuhan dan perpecahan serta merusak jalinan silaturahim sesama Muslim. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث
“Jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta, Janganlah kalian mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka. Janganlah kalilan mencari-cari aurat atau cacat atau cela orang lain. Jangan kalian berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad, saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Dia perintahkan. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya, jangan pula tidak memberikan pertolongan atau bantuan kepada saudaranya dan jangan merendahkannya. Takwa itu di sini takwa itu di sini. (Beliau mengisyaratkan ka arah dadanya). Cukuplah seseorang dari kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama Muslim. Setiap Muslim terhadap Muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan, dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati dan amalan kalian.” (HR. Bukhari-Muslim).
Kita lebih sering berprasangka kepada orang lain, hingga lupa untuk berprasangka kepada diri yang lebih sering alpa. Allah ciptakan hati agar kita pandai merasa, pandai berpikir positif kepada orang lain. Namun sayang, kita lebih sering menggunakannya untuk berprasangka buruk.
Kita lebih sering menilai seseorang dari luarnya tanpa kita tahu lebih dalam tentang orang tersebut. Kita tak berhak untuk menilai seseorang itu baik atau buruk, karena pada hakikatnya hanya Allah-lah yang berhak menilai manusia itu baik atau buruk.
Bukankah akan lebih baik saat kita mengalami sesuatu yang kurang menyenangkan, kita segera mencari alasan atau udzur yang masuk akal sehingga hati anda tenang. Ini sesuatu yang tidak mudah, namun bagi orang yang terbiasa berfikir positif semua bisa diusahakan, biidznillah! Dengan selalu bersu’uzhon(berburuk sangka) hati akan selalu gelisah, sebaliknya ketika anda mengedepankan prasangka baik kepada saudara anda, Insya Allah anda akan merasa bahagia dan banyak bersyukur pada Allah Ta’ala.
Amirul Mukminin Umar bin Khathab berkata, “Janganlah engkau berprasangka terhadap perkataan yang keluar dari saudaramu yang mukmin kecuali dengan persangkaan yang baik. Dan hendaknya engkau selalu membawa perkataannya itu kepada prasangka-prasangka yang baik”.
Abu Bakar bin Abdullah Al-Muzani yang biografinya bisa kita dapatkan dalam kitab Tahdzib At-Tahdzib berkata : “Hati-hatilah kalian terhadap perkataan yang sekalipun benar kalian tidak diberi pahala, namun apabila kalian salah kalian berdosa. Perkataan tersebut adalah berprasangka buruk terhadap saudaramu”.
Disebutkan dalam kitab Al-Hilyah karya Abu Nu’aim (II/285) bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Yazid Al-Jurmi berkata : “Apabila ada berita tentang tindakan saudaramu yang tidak kamu sukai, maka berusaha keraslah mancarikan alasan untuknya. Apabila kamu tidak mendapatkan alasan untuknya, maka katakanlah kepada dirimu sendiri, “Saya kira saudaraku itu mempunyai alasan yang tepat sehingga melakukan perbuatan tersebut”.
Abu Hatim bin Hibban Al-Busti bekata dalam kitab Raudhah Al-‘Uqala , ”Orang yang berakal wajib mencari keselamatan untuk dirinya dengan meninggalkan perbuatan tajassus dan senantiasa sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri. Sesungguhnya orang yang sibuk memikirkan kejelekan dirinya sendiri dan melupakan kejelekan orang lain, maka hatinya akan tenteram dan tidak akan merasa capai. Setiap kali dia melihat kejelekan yang ada pada dirinya, maka dia akan merasa hina tatkala melihat kejelekan yang serupa ada pada saudaranya. Sementara orang yang senantiasa sibuk memperhatikan kejelekan orang lain dan melupakan kejelekannya sendiri, maka hatinya akan buta, badannya akan merasa letih dan akan sulit baginya meninggalkan kejelekan dirinya”.
Sumber :Masjid Al Maáarij Balikpapan
0 Response to "Berbaik sangka"
Posting Komentar