Memaknai bulan Ramadhan


Setiap Ramadhan tiba, selalu terurai selaksa cerita, khususnya tentang pengamalan ibadah dan kondisi ruhiyah insan-insan pecinta Ramadhan. Semua orang pasti memaknai bulan ini dengan pemahaman dan sudut pandang yang berbeda. Kemampuan memaknai Ramadhan pun sangat bergantung kepada nilai-nilai imtaq (iman & taqwa) dan indikasi keshalihan qolbu seorang hamba.

Semoga dengan merenungi makna Ramadhan tahun ini, kita mampu terus meningkatkan pengamalan ibadah. Berpuasa di bulan Ramadhan memberikan makna 3 dimensi (luas, dalam dan agung) yang manfaatnya begitu besar terhadap kualitas hidup seorang hamba. Kita bisa memaknainya melalui dimensi sosial, kesehatan, dan tentu saja secara religi. Secara sosial, bulan Ramadhan mengajarkan manusia untuk mengerti, memberi dan berbagi. Dengan mengerti penderitaan kaum dhuafa, kita bisa merasakan penderitaan mereka ketika menahan lapar, haus dan menahan nafsu untuk tidak berbuat dzalim/jahat dengan melakukan tindakan-tindakan kriminal demi memenuhi rasa lapar. Mengerti betapa rentannya kefakiran terhadap kekufuran, betapa sinambungnya kemiskinan dengan kebodohan, dan betapa beratnya mengamalkan sabar dan ikhlas dalam hidup yang serba kekurangan. Dengan pengertian itu, kita memiliki kasih sayang untuk menyantuni, memberi, dan berbagi kebahagiaan walau hanya dalam bentuk seteguk minuman di saat berbuka puasa. Dengan pengertian itu pula kita memahami kehidupan yang berbeda, tetapi bukan untuk membeda-bedakan antara si miskin dan si kaya. Ada hak-hak kaum papa di setiap harta yang kita punya, melalui kewajiban zakat, infaq dan shadaqoh kita terhadap mereka. Ketika semua itu sudah teraplikasi, maka ghirah kenikmatan berpuasa pun semakin bertambah, tumbuh dan berkembang menjadi kepedulian sosial.

Dari segi kesehatan, Ramadhan dan berpuasa di bulan Ramadhan berdampak positif terhadap kesehatan fisik, mental dan batiniah seorang hamba. Selama 1 bulan dalam setahun, organ-organ pencernaan dibersihkan dari segala toksin, racun dan unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan tubuh yang terkandung dalam makanan. Sahur dan berbuka melatih tubuh kita untuk terbiasa dengan pola hidup dan pola makan yang teratur. Tak heran,banyak orang yang memiliki penyakit pencernaan, justru sembuh karena berpuasa. Secara psikis, berpuasa di bulan Ramadhan pun melatih keberdayaan Emotional Quotient kita. Berpuasa banyak godaannya, baik dari dalam diri kita maupun dari lingkungan sekitar yang bisa menurunkan kualitas bahkan membatalkan puasa kita, khususnya nafsu dan amarah. Dengan menahan haus dan dahaga, serta segala hal yang membatalkan puasa, kita berlatih untuk mengelola emosi dan amarah kita agar tetap dalam koridor sabar dan ikhlas. Manajemen emosi ini sangat berpengaruh terhadap kualitas hati dan pengamalan hidup kita, melalui jalan menuju qolbun salim. Subhanalloh, sebuah anugerah yang Maha Indah apabila kita mampu terbebas dari berbagai penyakit hati dengan berpuasa. 

Demikian pula dari sisi religi, Ramadhan memberikan banyak hikmah yang menstimulasi Spiritual Quotient seorang hamba. Berpuasa merupakan kewajiban, perintah Alloh SWT yang harus dilaksanakan oleh umat Islam (sebagaimana termaktub dalam QS Al – Baqarah, ayat 183). Ketaatan kita dalam menjalankan kewajiban merupakan nilai spiritual yang memperkuat kualitas ibadah, keimanan dan ketaqwaan hamba. Dalam kapasitas ini, Ramadhan sering dikaitkan dengan beberapa sebutan bulan yang bertujuan menunjukkan keistimewaan bulan Ramadhan. 

Ramadlan merupakan Syahrul Qur’an, Ramadhan mengingatkan kita akan pentingnya mengaji dan mengkaji ayat-ayat Ilahi. diturunkannya Al-Qur’an di bulan suci ini memberikan isyarat bahwa wahyu Allah SWT akan mampu dibaca, dikaji, dimaknai dan diamalkan dengan jiwa yang suci. Berkaitan dengan ini, Ramadhan juga merupakan Syahrul Jihad dan Syahrul Tarbiyah. Ramadhan dapat dijadikan momentum serta landasan konseptual untuk meluruskan pengertian jihad. Di bulan ini, semua umat muslim melakukan jihad besar yakni bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu dan amarah. Proses jihad ini sangat berkaitan dengan pengelolaan emosi yang saya sebutkan di atas. Jihad di bulan Ramadhan ini juga dapat kita maknai untuk memerangi kemiskinan melalui sedekah, serta memerangi kebodohan melalui pengamalan Ramadhan sebagai Syahrul Tarbiyah atau bulannya pendidikan. Mengkaji Al-Qur’an dan memaknai puasa merupakan pendidikan ruhiyah dan batiniyah yang luar biasa bagi hidup dan hati manusia. Berbagai ibadah Ramadhan seperti tarawih, tadarus Al-Qur’an, sedekah, serta aktivitas Ramadhan melalui Pesantren Ramadhan merupakan tafakur dan tasyakur nikmat sebagai esensi Ramadhan demi menyongsong fitri. 

Ramadhan memiliki makna yang begitu sempurna bagi hamba yang senantiasa berkaca kepada pahitnya dosa dan manisnya taqwa. 

Semoga kita termasuk di dalamnya.  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Memaknai bulan Ramadhan"

Posting Komentar